Perang saudara Constantinus I

Perang melawan Maxentius

Templat:Campaignbox Constantine Wars

Pada pertengahan tahun 310 M, penyakit yang diderita Galerius membuatnya tidak dapat lagi melibatkan diri dalam politik imperial.[109] Catatan mengenai tindakan terakhirnya masih terlestarikan: sebuah surat kepada para pimpinan provinsi yang diberikan di Nikomedia pada tanggal 30 April 311 M, menyatakan akhir dari masa penganiayaan, dan dimulainya kembali toleransi keagamaan.[110] Baginda wafat tidak lama setelah proklamasi maklumat tersebut,[111] menyingkirkan sedikit isu yang masih tersisa dalam Tetrarki.[112] Maximinus melakukan mobilisasi untuk melawan Lisinius, dan merebut Asia Kecil. Suatu perdamaian yang tergesa-gesa ditandatangani di atas sebuah perahu di tengah Selat Bosporus.[113] Sementara Constantinus berkeliling mengunjungi Britania dan Galia, Maxentius bersiap untuk perang.[114] Baginda membentengi Italia utara, dan memperkuat dukungannya dalam komunitas Kristiani dengan mengizinkan mereka memilih Uskup Roma yang baru, Paus Eusebius.[115]

Kekuasaan Maxentius bagaimanapun tetap tidak aman. Dukungan awalnya menghilang di tengah tarif pajak yang tinggi dan kelesuan perdagangan; terjadi kerusuhan di Roma dan Kartago;[116] dan Domitius Aleksander berhasil merebut kekuasaannya untuk sementara waktu di Afrika.[117] Pada tahun 312 M, baginda adalah orang yang nyaris tidak toleran, bukan orang yang didukung secara aktif,[118] bahkan di antara warga Italia penganut Kekristenan.[119] Pada musim panas tahun 311 M, Maxentius melakukan mobilisasi untuk melawan Constantinus ketika Lisinius terlibat dalam urusan-urusan penting di Timur. Baginda menyatakan perang terhadap Constantinus, bersumpah untuk membalas "pembunuhan" ayahnya.[120] Demi mencegah Maxentius menjalin aliansi dengan Lisinius untuk melawannya,[121] Constantinus membentuk sendiri aliansinya dengan Lisinius saat musim dingin tahun 311–312 M, dan menawarkan Konstantia saudarinya untuk dinikahi. Maximinus menganggap kesepakatan Constantinus dengan Lisinius sebagai suatu penghinaan terhadap otoritasnya. Sebagai tanggapan, baginda mengirim utusan ke Roma, menawarkan pengakuan politik kepada Maxentius dengan imbalan dukungan tentera. Maxentius menerimanya.[122] Menurut Eusebius, perjalanan antar daerah menjadi tidak memungkinkan, dan terjadi penumpukan tentera di mana-mana. Tidak ada "tempat di mana orang tidak mengharapkan terjadinya permusuhan setiap hari".[123]

Para jenderal dan penasihat Constantinus memperingatkan untuk tidak melangsungkan serangan pendahuluan terhadap Maxentius;[124] bahkan para peramalnya menyarankan hal serupa, dengan menyatakan bahawa pengorbanan-pengorbanan telah menghasilkan pertanda kurang baik.[125] Constantinus, dengan semangat yang meninggalkan suatu kesan mendalam pada para pengikutnya, menginspirasi beberapa dari mereka untuk percaya bahawa baginda mendapat sejumlah petunjuk supranatural,[126] untuk mengabaikan semua peringatan ini.[127] Pada awal musim semi tahun 312 M,[128] Constantinus menyeberangi Pegunungan Alpen Kottian dengan seperempat pasukannya yang berjumlah sekitar 40.000.[129] Kota pertama yang ditemui pasukannya adalah Segusium (Susa, Italia), suatu kota dengan pertahanan kuat yang menutup pintu gerbangnya bagi dia. Constantinus memerintahkan tentaranya untuk membakar pintu gerbang itu dan memanjat temboknya. Baginda merebut kota tersebut dalam waktu singkat. Constantinus memerintahkan pasukannya untuk tidak menjarah kota, dan melanjutkan perjalanan bersama mereka menuju Italia utara.[128]

Mendekati sisi barat kota penting Augusta Taurinorum (Torino, Italia), Constantinus bertemu dengan sepasukan besar kavaleri Maxentianus yang bersenjata lengkap.[130] Dalam pertempuran yang terjadi kemudian, pasukan Constantinus mengepung kavaleri Maxentius, mengelilingi mereka dengan kavalerinya sendiri, dan membubarkan mereka dengan pukulan dari tongkat-tongkat pemukul berujung besi. Pasukan Constantinus meraih kemenangan.[131] Torino menolak untuk memberikan perlindungan kepada pasukan Maxentius yang dipukul mundur, namun membuka pintunya bagi Constantinus.[132] Kota-kota lain di daratan Italia utara mengirim utusan mereka kepada Constantinus untuk mengucapkan selamat atas kemenangannya. Baginda bergerak menuju Milan, disambut dengan pintu gerbang yang terbuka dan sukacita kegembiraan. Constantinus mengistirahatkan pasukannya di Milan sampai pertengahan musim panas tahun 312 M, ketika baginda melanjutkan perjalanannya ke Brixia (Brescia).[133]

Pasukan Brescia dengan mudah dibubarkan,[134] dan Constantinus segera bergerak menuju Verona, tempat perkemahan sejumlah besar pasukan Maxentius.[135] Ruricius Pompeianus, jenderal pasukan Verona dan prefek praetoria Maxentius,[136] berada dalam suatu posisi defensif yang kuat, kerana tiga sisi kota tersebut dikelilingi oleh Sungai Adige. Constantinus mengirim sepasukan kecil ke utara kota tersebut dalam upaya untuk menyeberangi sungai itu secara diam-diam. Ruricius mengirim satu detasemen besar untuk menangkal upaya pasukan ekspedisi Constantinus, namun mengalami kekalahan. Pasukan Constantinus berhasil mengelilingi kota tersebut dan melakukan pengepungan.[137] Ruricius melarikan diri dan kembali dengan kekuatan yang lebih besar untuk melawan Constantinus. Constantinus tidak mau menghentikan pengepungan, dan hanya mengirim sepasukan kecil untuk melawannya. Dalam keputusasaan pertempuran yang terjadi, Ruricius gugur dan pasukannya dihancurkan.[138] Verona segera menyerah setelah itu, disusul oleh Aquileia,[139] Mutina (Modena),[140] dan Ravenna.[141] Jalan menuju Roma kini terbuka lebar bagi Constantinus.[142]

[[Berkas:Ponte Milvio-side view-antmoose.jpg|jmpl|ka|Jembatan Milvius (Ponte Milvio) di Sungai Tiber, utara Roma, tempat pertarungan Constantinus dan Maxentius dalam Pertempuran Jembatan Milvius.]]

Maxentius mempersiapkan diri untuk perang serupa yang pernah baginda langsungkan terhadap Severus dan Galerius: baginda tetap di Roma dan bersiap untuk menghadapi pengepungan.[143] Baginda masih memegang kendali atas para pengawal praetoria, dilengkapi dengan persediaan biji-bijian Afrika yang memadai, dan semua sisi kota dikelilingi oleh Tembok Aurelianus yang tampaknya tidak dapat ditembus. Baginda memerintahkan agar semua jambatam di Sungai Tiber dihancurkan, yang kabarnya mengikuti nasihat para dewa,[144] dan membiarkan wilayah Italia tengah yang lain tanpa pertahanan; Constantinus memperoleh dukungan dari wilayah itu tanpa perlawanan.[145] Constantinus maju perlahan-lahan[146] melintasi Via Flaminia,[147] membiarkan kelemahan Maxentius menarik pemerintahannya lebih jauh ke dalam kekacauan.[146] Dukungan terhadap Maxentius terus melemah: saat acara balap kereta perang tanggal 27 Oktober, massa mengejek Maxentius secara terbuka, meneriakkan bahawa Constantinus tak terkalahkan.[148] Maxentius, yang tidak lagi yakin kalau baginda akan menang dalam pengepungan, membangun sebuah jambatam temporer di Sungai Tiber sebagai persiapan untuk suatu pertempuran lapangan dengan Constantinus.[149] Pada tanggal 28 Oktober 312 M, peringatan pemerintahannya yang keenam, baginda mendatangi para penjaga Kitab-Kitab Sibilin untuk memohon petunjuk. Para penjaga itu meramalkan bahawa, pada hari itu juga, "musuh orang Romawi" akan mati. Maxentius bergerak maju menuju utara untuk menemui Constantinus dalam pertempuran.[150]

[[Berkas:Fargo Sundogs 2 18 09.jpg|jmpl|250px|Deskripsi dari 28 Oktober 312, "Suatu salib yang terpusat pada Matahari", sesuai dengan foto-foto modern Parhelion.]]

Constantinus dan pasukannya mengadopsi huruf-huruf Yunani berupa inisial Kristus: Chi Rho

    Maklumat selanjutnya: Pertempuran Jembatan Milvius

[[Berkas:Raphael-Constantine at Milvian Bridge.jpg|jmpl|Pertempuran Jembatan Milvius karya Giulio Romano.]]

Maxentius mengorganisir pasukannya—dua kali lebih banyak dari pasukan Constantinus—dalam barisan memanjang berhadapan dengan dataran medan pertempuran, dalam posisi membelakangi sungai.[151] Pasukan Constantinus tiba di medan pertempuran sambil membawa perisai-perisai dengan simbol-simbol yang tidak lazim bagi mereka ataupun kebiasaan saat itu.[152] Menurut Laktansius, Constantinus mendapat suatu mimpi pada malam sebelum pertempuran yang mengandung pesan agar dia "memberi tanda surgawi Allah pada perisai-perisai para prajuritnya ... dengan sebuah huruf miring X yang bagian atas kepalanya dilengkungkan ke bawah, baginda menandai Kristus pada perisai mereka."[153] Eusebius mendeskripsikan versi yang lain: ketika sedang melakukan mars saat tengah hari, "baginda melihat dengan matanya sendiri di langit terdapat sebuah piala salib yang timbul dari cahaya matahari, mengusung pesan, In Hoc Signo Vinces (dengan tanda ini engkau akan menang)";[154] dalam laporan Eusebius, Constantinus mendapat suatu mimpi pada malam berikutnya yang mengisahkan bahawa Kristus menampakkan diri dengan tanda surgawi yang sama, dan mengatakan kepadanya agar membuat suatu standar, labarum, bagi pasukannya dalam bentuk itu.[155] Eusebius tidak yakin mengenai kapan dan di mana peristiwa-peristiwa tersebut terjadi,[156] tetapi baginda memasukkan ceritanya sebelum perang melawan Maxentius dimulai.[157] Eusebius mendeskripsikan tanda itu sebagai Chi (X) yang dilintasi oleh Rho (Ρ): ☧, sebuah simbol yang merepresentasikan dua huruf pertama pengejaan Yunani dari kata Christos (Kristus).[158][159] Pada tahun 315 M, di Ticinum dikeluarkan sebuah medali yang memperlihatkan Constantinus sedang mengenakan ketopong yang bertuliskan Chi Rho,[160] dan kepingan wang yang dikeluarkan di Siscia pada tahun 317/318 M kembali memuat citra tersebut.[161] Bagaimanapun, figur tersebut jarang ditemukan dan tidak lazim dalam propaganda mahupun ikonografi imperial sebelum tahun 320-an.[162]

Constantinus mengerahkan kekuatannya sendiri di sepanjang barisan Maxentius. Baginda memerintahkan kavalerinya untuk melakukan serangan, dan mereka mengalahkan kavaleri Maxentius. Baginda kemudian mengirim kavalerinya untuk menghadapi infanteri Maxentius dan mendesak mereka ke Sungai Tiber, tempat banyak dari antara mereka dibunuh atau tenggelam.[151] Pertempuran tersebut berlangsung singkat,[163] pasukan Maxentius dikalahkan sebelum serangan pertamanya.[164] Pengawal berkuda dan praetoria Maxentius awalnya dapat mempertahankan posisi mereka, namun pertahanan mereka terpecah oleh kekuatan serangan kavaleri Constantinus; barisan mereka juga terpecah dan mereka melarikan diri ke sungai. Maxentius melarikan diri dengan kudanya bersama mereka, dan berusaha untuk menyeberangi jambatam, tetapi baginda didorong ke dalam Sungai Tiber oleh massa tentaranya yang melarikan diri, dan baginda tenggelam.[165]

Di Roma

[[Berkas:MMA bust 02.jpg|jmpl|Patung kepala raksasa Constantinus, dari sebuah patung duduk: suatu citra rasmi duniawi lainnya, muda, klasik (Metropolitan Museum of Art).[166]]]

Constantinus masuk ke Roma pada tanggal 29 Oktober 312.[167][168] Baginda menyelenggarakan suatu upacara adventus yang megah di kota itu, dan disambut orang banyak dengan sorak-sorai.[169] Jenazah Maxentius dikeluarkan dari Sungai Tiber dan kepalanya dipancung. Kepalanya diarak di jalanan agar dapat dilihat semua orang.[170] Setelah upacara-upacara tersebut, kepala Maxentius dikirim ke Kartago; sejak saat itu, Kartago tidak lagi mengadakan perlawanan.[171] Tidak seperti para pendahulunya, Constantinus melalaikan kebiasaan mengunjungi Bukit Capitolinus mahupun melakukan pengorbanan sesuai adat di Kuil Yupiter.[172] Namun, baginda memilih untuk menghormati Kuria Senatorial dengan suatu kunjungan.[173] Di tempat itu baginda berjanji untuk mengembalikan hak-hak istimewa senat yang adalah warisan turun-temurun dan memberinya peran yang aman dalam pemerintahan reformasi Constantinus: tidak akan ada balas dendam terhadap para pendukung Maxentius.[174] Sebagai tanggapan, Senat menetapkannya "predikat nama pertama", yang berarti bahawa namanya akan tercantum pada urutan pertama dalam semua dokumen rasmi,[175] dan mengakuinya sebagai "Augustus terbesar".[176] Baginda mengeluarkan titah diraja mengenai pengembalian tanah yang hilang selama pemerintahan Maxentius, memulangkan kembali orang-orang buangan politik, dan membebaskan para penentang Maxentius yang dipenjarakan.[177]

Setelah itu dilakukan suatu kampanye propaganda yang ekstensif, yang seiring dengannya citra Maxentius secara sistematis disingkirkan dari semua tempat umum. Maxentius ditulis sebagai seorang "tiran", dan dibuat berlawanan dengan citra ideal sang "pembebas", Constantinus. Eusebius, dalam karya-karyanya belakangan, merupakan representasi terbaik elemen propaganda Constantinus tersebut.[178] Berbagai reskrip Maxentius dinyatakan tidak valid, dan gelar-gelar kehormatan yang telah diberikan oleh Maxentius kepada para pimpinan Senat dibatalkan.[179] Constantinus juga berupaya untuk menghilangkan pengaruh Maxentius pada lanskap kota. Semua struktur yang dibangun oleh Maxentius didedikasikan ulang bagi Constantinus, termasuk Kuil Romulus dan Basilika Maxentius.[180] Pada titik sentral basilika itu, didirikan sebuah patung batu Constantinus yang sedang memegang labarum Kristiani di tangannya. Inskripsinya memuat pesan yang terkandung secara jelas pada patung itu: Dengan tanda ini Constantinus telah membebaskan Roma dari kuk sang tiran.[181]

Dalam hal Constantinus tidak mengklaim pencapaian-pencapaian Maxentius, baginda mengunggulinya: Circus Maximus dipugar sehingga kapasitas tempat duduknya dua puluh lima kali lebih besar dibandingkan dengan kompleks balap Maxentius di Via Appia.[182] Para pendukung terkuat Maxentius dalam tentera dihilangkan pengaruhnya ketika Pengawal Praetoria dan Pengawal Berkuda Imperial (equites singulares) dibubarkan.[183] Batu nisan dari makam-makam Pengawal Berkuda Imperial dihancurkan dan dimanfaatkan untuk digunakan dalam sebuah basilika di Via Labicana.[184] Pada tanggal 9 November 312 M, hampir dua minggu setelah Constantinus merebut kota Roma, bekas pangkalan Pengawal Berkuda Imperial ditetapkan untuk dibangun kembali menjadi Basilika Lateran.[185] Legio II Parthica dikeluarkan dari Albanum (Albano Laziale),[179] dan sisa tentara Maxentius diberikan tugas di daerah perbatasan di Sungai Rhein.[186]

Perang melawan Lisinius

Pada tahun-tahun berikutnya, Constantinus secara bertahap mengkonsolidasikan superioritas militernya atas para pesaingnya di dalam Tetrarki yang telah runtuh itu. Pada tahun 313, baginda bertemu dengan Lisinius di Milan untuk mengamankan aliansi mereka melalui pernikahan Lisinius dan saudari seayah Constantinus, Konstantia. Selama pertemuan tersebut, para maharaja bersepakat untuk mengeluarkan apa yang disebut Maklumat Milan,[187] yang secara rasmi memberikan toleransi penuh kepada Kekristenan dan semua agama di dalam Empayar.[188] Dokumen tersebut mengandung manfaat khusus bagi umat Kristiani, melegalkan agama mereka dan mengembalikan semua tanah milik mereka yang disita selama masa penganiayaan Diocletianus. Dokumen tersebut tidak lagi mengakui metode-metode pemaksaan agama seperti yang pernah dilakukan sebelumnya dan hanya menggunakan istilah-istilah umum untuk menyebut hal ilahi—"Keilahian" dan "Keilahian Tertinggi", summa divinitas.[189] Namun konferensi itu dipersingkat kerana Lisinius mendapat berita bahawa Maximinus pesaingnya telah menyeberangi Selat Bosporus dan menginvasi wilayah Eropa. Lisinius berangkat untuk menghadapi Maximinus dan akhirnya mengalahkan dia, meraih kontrol atas seluruh bagian timur Empayar Romawi. Hubungan antara kedua maharaja yang tersisa mengalami kemerosotan, kerana Constantinus mengalami suatu percobaan pembunuhan oleh seseorang yang hendak diangkat oleh Lisinus menjadi Caesar;[190] Lisinius, kerana keterlibatannya, telah menghancurkan patung-patung Constantinus di Emona.[191] Pada tahun 314 atau 316, kedua Augusti itu saling memerangi satu sama lain dalam Pertempuran Cibalae, yang berakhir dengan kemenangan Konstaninus. Bentrokan antara mereka kembali terjadi dalam Pertempuran Mardia tahun 317, dan berakhir dengan satu kesepakatan bahawa putera-putera Constantinus (Crispus dan Constantinus II) dan putera Lisinius (Lisinianus) dijadikan para caesar.[192] Setelah pengaturan ini, Constantinus memerintah keuskupan-keuskupan sipil Panonia dan Makedonia serta bertempat tinggal di Sirmium. Dari sana baginda memerangi kaum Goth dan Sarmatia pada tahun 322, serta kembali memerangi kaum Goth pada tahun 323.[190]

Pada tahun 320, Lisinius diduga mengingkari kebebasan beragama sebagaimana dijanjikan dalam Maklumat Milan tahun 313 dan memulai lagi penindasan terhadap umat Kristiani,[193] umumnya tanpa pertumpahan darah, tetapi baginda melakukan penyitaan dan pemberhentian para pemegang jabatan Kristiani.[194] Meskipun karakterisasi Lisinius sebagai anti-Kristiani sedikit meragukan, kenyataannya adalah baginda tampak jauh lebih tertutup dalam mendukung Kekristenan daripada Constantinus. Oleh kerana itu, Lisinius cenderung memandang Gereja sebagai suatu kekuatan yang lebih loyal kepada Constantinus daripada kepada sistem Imperial pada umumnya[195] – menurut penjelasan sejarawan Gereja yang bernama Sozomen.[196]

Pengaturan yang meragukan tersebut akhirnya menjadi suatu tantangan bagi Constantinus di Barat, berpuncak dalam perang saudara besar pada tahun 324. Lisinius, dibantu oleh tentara bayaran Goth, merepresentasikan kepercayaan Pagan kuno dari masa lampau. Constantinus dan kaum Franka yang berada di pihaknya melakukan mars dengan mengusung panji labarum. Kedua belah pihak memandang pertempuran tersebut dari segi keagamaan. Kendati kalah jumlah, namun dikobarkan oleh semangat mereka, pasukan Constantinus menang dalam Pertempuran Adrianopolis. Lisinius melarikan diri ke seberang Selat Bosporus dan menunjuk Martinianus, komandan pengawalnya, sebagai Caesar. Constantinus kemudian menang dalam Pertempuran Hellespontus, dan akhirnya Pertempuran Krisopolis pada tanggal 18 September 324.[197] Lisinius dan Martinianus menyerah kepada Constantinus di Nikomedia dengan janji bahawa mereka akan dibiarkan hidup: masing-masing dari mereka dikirim untuk hidup sebagai warga biasa di Tesalonika dan Kapadokia. Namun, pada tahun 325, Constantinus mendakwa Lisinius berkomplot untuk melawannya lalu mereka berdua ditangkap dan dihukum gantung; putera Lisinius (putera dari saudari seayah Constantinus) juga dibunuh.[198] Dengan demikian Constantinus menjadi satu-satunya maharaja dalam Empayar Romawi.[199]

Rujukan

WikiPedia: Constantinus I http://www.ucalgary.ca/~vandersp/Courses/texts/jor... http://www.anders.com/lectures/lars_brownworth/12_... http://www.britannica.com/eb/article-9109633/Const... http://www.christtoconstantine.com/ http://www.constantinethegreatcoins.com/ http://www.evolpub.com/CRE/CREseries.html#CRE2 http://www.evolpub.com/CRE/CREseries.html#CRE8 http://findarticles.com/p/articles/mi_hb6404/is_2_... http://www.forumancientcoins.com/numiswiki/view.as... http://www.hermitagerooms.com/exhibitions/Byzantiu...